Jumat, 01 April 2011

KARTU KREDIT, KEMUDAHAN YANG MENJEBAK

Kalau kita sempat membaca di surat kabar atau internet, banyak kejadian kriminal yang silih berganti terjadi di negara kita. Negara yang gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kerta raharja. Makmur beneeerrr...(katanya). Setidaknya memang pernah begitu, dulu...duluuuu sekali....jaman Majapahit.

Edi Tansil, Gayus, Selly, Malinda, sampai koruptor kelas kutu kupret yang cuman korupsi lima ribuan, semua berlomba-lomba mengeruk untung sebanyak-banyaknya tanpa peduli bahwa uang yang mereka telan sebetulnya adalah hak si Ijah tukang jamu yang sehari-hari harus berjalan puluhan kilo demi puluhan ribu doangan, belum lagi kalau yang beli pakai pegang-pegang segala padahal cuman beli segelas jamu doang dua ribu perak. Juga tak peduli kalau uang yang mereka telan adalah kepunyaan si Budi kecil yang harus jualan koran untuk tetap bisa sekolah. Mereka telan juga hak anak-anak sekolah di daerah terpencil yang belajar di gedung sekolah yang hampir ambruk, bocor kalau hujan dan kelilipan debu kalau panas. Juga mengambil hak orang-orang pinggiran lainnya yang buat makan sehari sekali saja susahnya minta ampun, apalagi buat keperluan lain yang bagi kita mungkin hal yang biasa saja.

Mana peduli para koruptor tersebut, Tuhan saja mereka tidak ingat, apalagi orang-orang yang bagi mereka tidak ada artinya, yang sehari-hari dilirikpun tidak. Jangan salah. Yang saya maksud koruptor di sini bukan saja sekelas Gayus, Edi, dan konco-konconya sesama teman seperjuangan. Tetapi juga termasuk kita yang mungkin cuma pengin untung sedikit doang tapi dengan membohongi orang. Instrospeksilah diri kita, jangan sampai di akhirat kita sekamar dengan Gayus, amit-amit.

Masih ingat berita kemarin, seorang pengusaha digebukin Debt Collector sampai mati? Salah siapa? Si pengusaha mungkin salah karena tidak membayar tagihan yang jatuh tempo, tetapi kesalahan terbesar menurut saya ada di pihak Bank. Agen-agen mereka yang menawarkan kartu kredit pada kita kadang terlalu giat, sampai-sampai menawarkan untuk membuatkan slip gaji palsu untuk melengkapi persyaratan pembuatan kartu kredit.

Beberapa rekan mekanik sempat terjebak dan akhirnya tergiur memiliki kartu kredit. Bagaimana tidak, untuk memiliki kartu kredit mereka sangat dipermudah dan bahkan persyaratan yang diperlukan dibuatkan oleh pihak bank sendiri. Sesudah memiliki kartu kredit tentu rekan-rekan tergoda untuk membelanjakannya. Tentu saja enak, bisa belanja apa saja tanpa keluar duit. Sampai akhirnya pengeluaran sudah sangat jauh lebih besar daripada kemampuan untuk membayarnya.

Kalau sudah begini, kerja jadi ketakutan tiap saat. Setiap ada Debt Collector yang mencari, si pemilik tagihan harus selalu bersembunyi. Sialannya, yang menjadi Debt collector bukanlah orang yang sama yang dulu menawarkan kartu kredit sambil tersenyum ramah. Sekarang yang datang adalah orang lain yang bertampang galak, seram, jelek dan seterusnya yang semuanya tidak enak, pake bau asem lagi badannya.

Mestinya ada aturan di bank sendiri yang mengharuskan yang menjadi Debt Collector adalah mereka yang juga menawarkan pembuatan kartu kredit tersebut sehingga tidak seenak udelnya membujuk orang bikin kartu kredit tanpa peduli orang tersebut mampu membayar atau tidak.

Bagi sobat yang memiliki kartu kredit, berhati-hatilah memakainya, kontrol pengeluaran. Untuk yang belum memiliki kartu kredit, lebih baik urungkan niat untuk memiliki kartu kredit. Sehingga jika kita membeli sesuatu barang, kita masih merasakan mahalnya harga barang tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar